BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Surat Al Fatihah (pembukaan) yang di turunkan di Mekah dan terdiri dari
tujuh ayat adalah surat yang pertama-tama diturunkan denghan lengkap diantara surat-surat
yang ada dalam Al Quran dan termasuk golongan sutrat makiyah. Surat ini disebut Al
Fatihah karena dengan surat inilah dibuka dan dimulainya Al-Quran dalam tafsir
Ibnu Katsir dijelaskan bahwa surat ini dinamakan sebagai surat pembuka sebab diantaranya
adalah sebagai pembuka wajib dala setiap shalat.
Dinamakan Ummul Quran atau Ummul Kitab karena ia merupakan induk bagi semua
isi Al Quran, serta menjadi inti sari dari kandungan Al Quran, dank arena itu
diwajibkan membacanya pada tiap tiap sembahyang. Dinamakam pula As Sab’ul
Matsany (tujuh yang berulang-ulang ) karena ayatnya tujuh dan dibaca
berulang-ulang dalam shalat.
B.
Unsur Pokok Yang Terkandung
Surat ini mengandung beberapa unsure pokok yang mencerminkan seluruh isi Al Quran yaitu,
1.
Keimanan
Beriman kepada allah yang maha esa terdapat dalam ayat 2, dimana dinyatakan
dengan tegas bahwa segala puji dan ucapan syukur atas sesuatu nikmat itu hanya
bagi allah, karena Allah adalah Pencipta dan sumber segala nikmat yang terdapat
dalam alam ini. Diantara nikmat itu ialah nikmat mencipatakan, mendidik, dan
menumbuhkan, sebab kata rab dalam kalimat rabbul
aalamiin tidak hanya berarti tuhan dan penguasa tetapi
juga mengandung arti tarbiyah yaitu mendidik dan menumbuhkan. Hal ini
menunjukkan bahwa segala nikmat yang dilihat oleh seseorang dalam dirinya
sendiri dan dalam segala ala mini bersumber dari allah karena tuhanlah yang
maha berkuasa di alam ini.
Pendidikan penjagaan dan penumbuhan oleh Allah haruslah diperhatikan dan
difikirkan oleh manusia sedalam-dalamnya, sehingga menjadi berbagai sumper ilmu
pengetahuan yang dapat menambah keyakinan menusia kepada keagungan dan
kemuliaan Allah, serta berguna bagi masyarakat oleh karena keimanan
(ketauhidan) itu mrupakan masalah yang pokok, maka di dalam surat Al Fatihah
tidak cukup dinyatkan dengan isyarat saja, tetapi ditegaskan dan dilengkapi
denga ayat 5, yaituiyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin “hanya
Engkau-lah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau-lah kami memohon
pertolongan.
Janji memberi pehala terhadap perbuatan yang baik dan ancaman terhadap
perbuatan yang buruk. Yang dimaksud dengan “yang menguasai hari pembalasan”
ialah pada hari itu Allah lah yang berkuasa, segala sesuatu tunduk kepada
kebesaran-Nya sambil mengharap nikmat dan takut akan siksaanNya.
Hal ini mengandung arti janji untuk memberi pahala terhadap perbuatan yang
baik dan ancaman terhadap perbuatan yang buruk. “ibadat” yang terdapat pada
ayat 5 semata-mata ditujukan kepada Allah.
2.
Hukum-hukum
Jalan kebahagiaan dan bagaimana seharusnya menempuh jalan itu untuk
memperoleh kebahagian dunia dan akhirat maksud “hidayah” di sini ialah hidayah
yang menjadi sebab dapatnya keselamatan, kebahagiaan dunia dan akhirat baik
yang mengenai keyakinan maupun akhlak, hokum-hukum dan pelajaran.
3. Kisah-kisah
Kisah para nabi dan kisah orang terdahulu yang menentang Allah. Sebagian
besar dari ayat-ayat Al quran memuat kisah-kisah par nabi dan kisah orang-orang
dahulu yang menentang allah. Yang dimaksud oarng yan diberi nikmat dalam ayat
ini ialah para nabi, para shiddiqiin, syuhadaa’ dan orang-orang shalihiin.
Adapun orang-orang yang dimurkai dan orang oarng yang sesat ialah golongan yang
mnyimpang dari ajaran islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1) الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4)
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
(6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا
الضَّالِّينَ (7) [الفاتحة : 1 - 7]
”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.{1}Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. {1}Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang.{1}Yang menguasai Hari Pembalasan. {1}Hanya Engkaulah yang Kami
sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami memintapertolongan. {1}Tunjukkanlah
kami jalan yang lurus. {1} (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri
nikmat kepada mereka. {1}bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat.”
B.
Tafsir Ayat {1}
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
"Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. "
Maknanya adalah aku memulai pekerjaanku ini, menyiarkan wahyu Ilahi kepada
insan , di atas nama Allah itu sendiri , yang telah memerintahkanku
menyampaikannya. Memulai dngan nama Allah adalah adab dan bimbingan pertama
yang diwahyukan kepada nabinya yaitu Iqra’ Bismi Rabbika karena
itu dengan namaNya segala sesuatu harus dimulai dan dengan namaNya terlaksana
setiap gerak dan arah.
Bismillah (Dengan nama Allah). Susunan kalimat
yang demikian ini dalam bahasa Arab berarti ada susunan kata-kata yang
mendahuluinya yaitu: Aku mulai perbuatan ini dengan nama Allah, atau: Permulaan
dalam perbuatanku ini dengan nama Allah; untuk mendapat berkat dan pertolongan
rahmat Allah sehingga dapat selesai dengan sempurna dan baik. Juga untuk
menyadari kembali sebagai makhluk Allah, bahawa segalanya bergantung kepada
rahmat kurnia Allah. Hidup, mati dan daya upaya semata-semata terserah kepada
rahmat kurnia Allah Azza wa Jalla.
Allah. Nama Zat Allah Ta'ala. Nama
Allah khusus bagi Allah, tidak dinamakan pada zat yang lain selain Allah. Haram
menamakan dengan nama Allah pada zat yang lain selain Allah melainkan dengan
menyandarkan sesuatu seperti Abdullah (hamba Allah) atau Amatullah (hamba
perempuan Allah).
Ar-Rahman Ar-Rahim (Yang Maha Pemurah
Yang Maha Penyayang). Ar-Rahman (Yang Maha Pemurah/pengasih) yakni yang penuh
rahmatNya kepada semua makhluk di dunia hingga di akhirat, kepada yang mukmin
maupun yang kafir. Dengan kata Ar-Rahman digambarkan bahwa Tuhan mencurahkan
rahmatNya sedangkan dengan Ar-Rahim dinyatakan bahwa dia memiliki sifat rahmat
yang melekat pada diriNya. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa Ar-Rahim (Yang
Maha Penyayang) khusus untuk orang yang beriman saja.
Dalam Alquran (14:34 dan 16:18) Allah menyebutkan bahwa kedua sifat ini,
untuk membuktikan kepada hambaNya bahwa sifat ketuhananNya bukanlah diwarnai
oleh kekerasan dan paksaan, melainkan sifat ketuhanan yang menaburkan rahmat
dan kasih sayang.
C.
Tafsir Ayat {2}
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“segala puji bagi Allah pemelihara seluruh alam”
Pada ayat ini ditegaskan bahwa segala puji bagi Allah, apalagi karena Dia
adalah pemelihara seluruh alam. Ini merupaka ayat yang juga sering kita gunakan
sebagai bentuk kalimat syukur pada momen-momen bahagia. Merupakan bentuk pujian
pada Allah Swt, sebagai wujud rasa terima kasih yang tak terhingga atas nikmat
yang diberikan.
Ibn Jarir Ath Thabary mengatakan bahwa ungkapan Al hamdulillah adalah
ungkapan pujian yang diungkapkan oleh Allah untuk diriNya, namun secara
tersirat mengandung perintah kepada para hambaNya untuk memuji Allah Ta'ala.
Seolah-olah dalam ayat ini, Allah Ta'ala menyatakan : "Ucapkanlah Al
hamdulillah".
Hamd atau pujian yang ditujukan kepada
yang dipuji atas sikap atau perbuatannya yang baik walau ia tidak memberi
sesuatu kapada yang si pemuji. Berbeda dengan kata syukur yang
pada dasarnya digunakan untuk mengakui dengan tulus dan dengan penuh hormat
pemberian yang dianugerahkan oleh siapa yang disyukuri itu.
Ada tiga unsur yang menjadikan suatu hal menjadi layak dipuji, indah
(baik), dilakukan secara sadar, dan tidak terpaksa atau dipaksa.
Kata al-hamdu dalam surat ini dalam surat ini ditujukan
kepada Allah SWT. Ini berarti bahwa Allah dalam segala perbuatanNya telah
memenuhi ketiga unsur yang disebutkan diatas.
Rabb berarti pemilik yang berhak penuh,
juga berarti majikan, juga yang memelihara serta menjamin kebaikan dan
perbaikan, dan semua makhluk alam semesta.
Alam ialah segala sesuatu selain Allah. Maka Allah Rabb dari semua alam itu
sebagai pencipta, yang memelihara, memperbaiki dan menjamin. Sebagaimana
tersebut dalam surat asy- Syu'araa 23-24. Fir'aun bertanya, "Apakah rabbul
alamin itu?" Jawab Musa, "Tuhan Pencipta, Pemelihara penjamin langit
dan bumi dan apa saja yang di antara keduanya, jika kalian mahu percaya dan
yakin."
Alam itu juga pecahan dari alamat (tanda) sebab alam ini semua menunjukkan
dan membuktikan kepada orang yang memperhatikannya sebagai tanda adanya Allah
Tuhan yang menjadikannya.
Kata Al 'Alamin dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari
'alam –dalam bahasa indonesia kemudian menjadi 'alam'. Dan segala sesuatu
selain Allah Ta'ala adalah 'alam. Banyak definisi dan batasan yang disebutkan
para ulama untuk menjelaskan hakikat 'alam ini. Ada yang mengatakan bahwa 'alam
adalah seluruh makhluq yang berakal, dan termasuk dalam kategori ini adalah
manusia, jin, malaikat dan syaithan. Ada pula yang mengatakan bahwa semua yang
mempunyai ruh adalah 'alam. Namun yang nampaknya lebih tepat adalah bahwa 'alam
itu adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah Azza wa Jalla baik di dunia
maupun di akhirat. Pendapat ini diungkapkan oleh Az Zajjaj, dan dibenarkan oleh
Imam Al Qurthuby
D.
Tafsir
Ayat {3}
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Ar-rahmaani rahiim”
Yang Maha Pemurah Yang Maha Penyayang
Ar-rahman yang memberi nikmat yang
sebesar-besarnya seperti nikmat makan, minum, harta benda dan lain-lain.
Ar-Rahim yang
memberi nikmat yang halus sehingga tidak terasa, seperti nikmat iman dan islam.
Jika anda akan menghitung nikmat kurnia Allah maka takkan dapat menghitungnya.
Kedua kata tersebut adalah kata sifat yang berakar pada satu kata, yaitu ar-rahmah.
Secara bahasa, kata rahmat berarti kasih di dalam hati yang
mendorong timbulnya perbuatan baik. Makna bahasa ini kurang tepat untuk
menggambarkan sifat Allah. Karena itulah, para ulama lantas lebih sepakat untuk
menyatakan bahwa kasih sayang adalah sifat yang ada dalam Dzat Allah. Kita
tidak mengetahui bagaimana hakikatnya. Kita hanya menyadari efek dari sifat
kasih sayang-Nya, yaitu berupa kebaikan.
Banyak para ulama yang membedakan antara makna ar-Rahman dan ar-Rahim. Sifat ar-Rahman merupakan
sifat kasih sayang Allah yang memberikan kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya.
Sedangkan sifat ar-Rahim adalah sifat kasih sayang-Nya yang
memberikan kenikmatan secara khusus untuk orang-orang mukmin saja. Sebagian
ulama lain menyatakan bahwa sifat ar-Rahman merupakan sifat kasih sayang Allah
yang memberikan kenikmatan yang bersifat umum. Sedangkan sifat ar-Rahim
merupakan sifat kasih Allah yang memberikan kenikmatan yang bersifat khusus.
Menurut Syekh Thanthawi Jauhari, kata ar-Rahman merupakan
sifat kasih sayang Allah yang berkaitan dengan Dzat-Nya. Allah merupakan sumber
kasih sayang dan kebaikan. Sedangkan kata ar-Rahim adalah
sifat kasih sayang Allah yang berkaitan dengan perbuatan, yaitu bagaimana
sampainya kasih sayang dan kebaikan Allah kepada para hamba-Nya yang diberi
kenikmatan.
Penyebutan ar-Rahim setelah ar-Rahman bertujuan
menjelaskan bahwa anugerah Allah apapun bentuknya sama sekali bukan kepentingan
Allah atau sesuatu pamrih, tetapi semata-mata lahir dari sifat rahmat dan kasih
sayangNya yang telah melekat pada dirinya. Dalam konteks hubungan ayat dapat
dikatakan bahwa pemeliharaan dan pendidikan yang dilakkanNya terhadap seluruh
alam. Bukan untuk kepentingannya, sebagaimana tidak jarang dilakukan oleh
makhluk. Bukankah kita memelihara ayam agar dia gemuk, atau bertelur dalam
rangka memperoleh keuntungan bila dijual? Allah tidak demikian! Pemeliharaan
dan pendidikanNya lahir dari rahmat kasih sayangNya.
E.
Tafsir
Ayat {4}
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
“Yang menguasai di hari Pembalasan”
Pemelihara pendidik yang Rahman dan Rahim boleh jadi tidak memiliki
(sesuatu). Sedang sifat ketuhanan tidak dapat dilepas dari kepemilikandan
kekuasaan. Karena itu kepemilikan dan kekuasaan dimaksud perlu ditegaskan.
Inilah yang dikandung oleh ayat keempat ini. Demikian al Biqa’ menghubungkan
ayat ini dengan ayat sebelumnya.
Perlu digaris bawahi bahwa Allah yang Rahman dan Rahim, serta pemelihara
dan pembimbing itu juga adalah Dia pemilik hari kemudian. Disana kelak dia akan
memberi setiap jiwa balasan dan ganjaran sesuai dengan amal perbuatan
mereka.informasi itu diharapkan mendorong setiap orang untuk melaksanakan dan
menjauhi laranganNya.
Ada dua bacaan populer menuangkut ayat ini yaitu malik yang
berarti raja dan maalik yang berarti pemilik.ayat keempat
surah ini dapat dibaca dengan bacaan itu, dan keduanya adalah bacaan Nabi saw.
Berdasar riwayat-riwayat yang dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya
(mutawatir)
Kata malik mengendung arti penguasaan terhadap
sesuatudisebabkan oleh kekuatan pengendalian dan keshahihannya. Malik yang bisa
diterjemahkan denganraja adalah yang menguasai dan menegani
perintah dan larngan, anugerah dan pencabutan dan karena itu biasanya
kerajaan terarah kepada manusia dan tidak kepada barang yang sifatnya tidak
dapat menerima perintah dan larangan.
Yaum biasa diterjemahkan dengan hari.
Kata ini terulang dalam Al Quran sebanyan 365 kali. Namun demikian tidak semua
kata kata tersebut mengandung arti yang sama dengan hari yang kita kenal dalam
kehidupan dunia ini.
Al Quran menggunakan kata yaum dalam arti waktu terkadan
sangat panjang menurut ukuran kita. contoh alam raya diciptakan dalam waktu
enam hari. Enam hari disini bukan dalam arti 6 x 24 jam. Kelahiran isa as juga
dinamai hari “kelahiran” dan ini tentu hanya berlangsung beberapa saat.
Kata ad-din dalam ayat ini dalam ayat ini diartikan
sebagai pembalasan atau perhitungan atau ketaatan, karena pada hari itu (hari
kiamat) terjadi perhitungan dan pembalasan allah, dan juga ketika waktu tiu
semua makhluk tanpa terkecuali menampakkan ketaatannya kepada Allah swt. Dalam
bentuk yang sangat nyata.
F.
Tafsir
Ayat {5}
. إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِين
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan.”
Dengan kalimat hanya kepada-Mu kami menyembah (إِيَّاكَ نَعْبُدُ), Allah membatasi penyembahan atau ibadah
hanya kepada Diri-Nya semata. Dengan ayat tersebut, kita pun harus memutuskan bahwa
ibadah hanyalah satu-satunya kepada Allah. Tidak boleh ibadah tersebut
dikait-kaitkan dengan selain Allah. Ibadah juga merupakan bentuk ketundukan
manusia kepada Allah untuk mengikuti berbagai perintah dan larangan-Nya.
Shalat merupakan bentuk ibadah yang paling dasar (asasi). Dalam hal ini,
sujud merupakan bentuk ketundukan yang paling tinggi kepada Allah. Hal ini
karena dalam bersujud, orang menundukkan wajahnya yang notabene merupakan
bagian tubuh yang paling dimuliakan. Saat bersujud, orang menempelkan wajahnya
di atas lantai yang notabene merupakan tempat yang biasa diinjak-injak oleh
kaki. Apalagi di dalam shalat, terutama shalat berjamaah, ketundukan seseorang
kepada Allah juga dipertontonkan kepada semua orang.
Meski diperintahkan untuk hanya menyembah Allah semata, manusia tetap
diberi kebebasan untuk memilih, apakah sudi menyembah-Nya atau tidak; beriman
atau kafir kepada-Nya; taat atau membangkang kepada-Nya. Padahal Allah bisa
saja menciptakan semua makhluk-Nya jadi seperti malaikat yang hanya
menyembah-Nya dan tidak pernah membangkang pada-Nya. Namun, Allah tetap
memberikan kebebasan untuk memilih pada diri manusia agar manusia betul-betul
menyembah Allah karena pilihannya sendiri, bukan karena paksaan. Menyembah
Allah karena betul-betul menyadari sepenuhnya bahwa Allah memang layak dan
seharusnya untuk disembah. Jika kesadaran itu semakin besar dan merasuk dalam
hati manusia, ia pun menyembah Allah karena didasari rasa cinta kepada-Nya.
Setelah menyebutkan “hanya kepada-Mu kami menyembah”, Allah lantas
menyebutkan “hanya kepada-Mu, kami meminta pertolongan”. Hal ini menunjukkan
pengertian bahwa “kami tidak menyembah kepada selain Diri-Mu, dan kami tidak
meminta pertolongan kecuali kepada Diri-Mu”. Permintaan tolong hanya kepada
Allah akan menghindarkan kita dari hinanya kehidupan dunia. Saat kita meminta
tolong kepada selain Allah, misalnya manusia, maka kita sebenarnya meminta
pertolongan kepada makhluk yang memiliki berbagai keterbatasan. Manusia bisa
saja memberikan pertolongan kepada orang lain sesuai kemampuan dan kekuatannya.
Manusia yang saat ini mampu dan kuat boleh jadi dalam sekejap bisa menjadi
orang yang sangat lemah dan tidak memiliki kemampuan apapun.
Allah bermaksud membebaskan orang-orang beriman dari hinanya kehidupan
dunia. Allah pun meminta mereka agar hanya meminta pertolongan kepada Diri-Nya
yang Maha Hidup dan tak pernah mati; Maha Kuat dan tak pernah lemah; Maha Kuasa
dan tak bisa dikuasai oleh apapun serta siapapun. Jika kita betul-betul meminta
pertolongan kepada Allah, Dia pun akan menyertai kita. Dia akan memberikan
kekuatan saat kita lemah. Dia akan memberi petunjuk saat kita kebingungan
memilih antara kebenaran dan kebatilan.
Ditempatkannya kalimat “permintaan tolong” (نَسْتَعِينُ) setelah kalimat “penyembahan” (نَعْبُدُ) juga merupakan bentuk
pengajaran Allah kepada manusia tentang sopan santun. Allah memerintahkan kita
untuk beribadah kepada-Nya terlebih dahulu. Setelah kita beribadah kepada-Nya,
barulah kita pantas untuk meminta pertolongan kepada-Nya. Dengan kata lain,
sudah selayaknya, orang meminta sesuatu setelah ia terlebih dahulu mengerjakan
apa yang diperintahkan. Sangat tidak pantas jika seseorang meminta segala
sesuatu terlebih dahulu padahal ia belum melaksanakan apa yang diperintahkan.
G.
Tafsir
Ayat {6}
اهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus”
Setelah mempersembahkan puja puji kepada Allah dan mengakui kekuasaan dan
kepemilikanNya, ayat selanjutnya merupakan pernyataan hambatentang ketulusan
beribadah serta kebutuhannya kepada pertolongan Allah. Nah dengan ayat ini sang
hamba mengajukan permohonan kepada Allah, yakni bimbingan memasuki jalan
yang lurus.
Menurut Ibnu Abbas, kata “tunjukkanlah kami” (اهْدِنَا) berarti “berilah kami ilham.” Sedangkan “jalan yang lurus” (الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ) berarti kitab Allah. Dalam riwayat lain “jalan yang lurus” itu adalah
agama Islam. Selain itu, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa ia berarti
“al-haqq” (kebenaran). Dengan demikian, menurut Ibnu Abbas lagi, kalimat
“tunjukkan kami jalan yang benar” berarti “berilah kami ilham tentang agama-Mu
yang benar, yaitu tiada tuhan selain Allah satu-satunya; serta tiada sekutu
bagi-Nya.”
Kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) dalam ayat di atas
mempunyai tiga macam cara membaca (qiraat). Pertama, mayoritas qari,
membacanya dengan dengan hurufshad, sebagaimana yang tercantum dalam
mushaf Utsmani. Kedua, sebagian lain membacanya dengan huruf siin,
sehingga menjadi (السِرَاط). Ketiga, dibaca dengan huruf zay (ز), sehingga menjadi (الزِراَط). Sedangkan menurut
bahasa, seperti dikatakan at-Thabari, kata ash-shirath (الصِّرَاطَ) berarti jalan yang jelas dan tidak bengkok.
Kataاهْدِنَا berasal dari
akar kata hidayah (هداية). Menurut al-Qasimi,
hidayah berarti petunjuk –baik yang berupa perkataan maupun perbuatan– kepada
kebaikan. Hidayah tersebut diberikan Allah kepada hamba-Nya secara berurutan.
Hidayahpertama diberikan Allah kepada manusia melalui kekuatan
dasar yang dimiliki manusia, seperti pancaindra dan kekuatan berpikir. Dengan
kekuatan inilah, manusia bisa memperoleh petunjuk untuk mengetahui kebaikan dan
keburukan.
Hidayah kedua adalah melalui diutusnya para Nabi. Macam
hidayah ini terkadang disandarkan kepada Allah, para rasul-Nya, atau Alquran.
Hidayah tingkatan ketiga adalah hidayah yang diberikan oleh
Allah kepada para hamba-Nya yang karena perbuatan baik mereka. Hidayah keempat adalah
hidayah yang telah ditetapkan oleh Allah di alam keabadian. Dalam pengertian
hidayah keempat inilah, maka Nabi Muhammad tidak berhasil mengajak sang paman,
Abi Thalib, untuk masuk Islam.
H.
Tafsir Ayat
{7}
صِرَاطَ الَّذِينَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“(yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Ayat ini merupakan penjelasan dan tafsir dari ayat sebelumnya tentang apa
yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” (الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ ). Jadi, yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”. Sedangkan
yang dimaksud dengan “jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka” adalah jalan orang-orang yang telah Allah beri anugerah kepada
mereka, lalu Allah pun menjaga hati mereka dalam Islam, sehingga mereka mati
tetap dalam keadaan Islam. Mereka itu adalah para nabi, orang-orang suci, dan
para wali. Sedangkan, menurut Rafi’ bin Mahran, seorang tabi’in yang juga
dikenal dengan nama Abu al-Aliyah, yang dimaksud dengan “orang-orang
yang Engkau beri nikmat itu” adalah Nabi Muhammad dan kedua sahabat
beliau, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan “bukan jalan mereka yang dimurkai”(غير المغضوب عليهم) adalah jalan yang
ditempuh oleh orang-orang Yahudi. Mereka dimurkai oleh Allah dan mendapatkan
kehinaan karena melakukan berbagai kemaksiatan. Sedangkan yang dimaksud dengan
orang-orang yang sesat (الضالين) pada lanjutan ayat tersebut adalah orang-orang Nasrani. Tafsir bahwa
orang-orang dimurkai adalah Yahudi dan orang-orang sesat adalah Nasrani sudah
disepakati oleh banyak para ulama dan diuraikan di dalam beberapa hadis dan
ayat-ayat Alquran sendiri.
Amiin
Dianjurkan menagakhiri ucapan ini dengan bacaan Amiin wallaupun
kata ini bukan bagian dari surah al-Fatihah.
Ada beberapa pendapat tentang makna dari amiin,
1.
Ya Allah perkenenkanlah!
– Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
2.
Ya Allah lakukanlah!
3.
Demikian itu ya Allah.
Maka semoga Engkau mengabulkannya.
4.
jangan kecewakan kami ya
Allah!
5.
Amiin adalah salah satu
nama Allah swt.
Jika pengertian amiin dikaitkan langsung dengan ayat-ayat
surah al-Fatihah maka permohonan yang kita ajukan adalah kandungan dari ayat
ketujuh, dan dengan demikian permohonan itu diakhiri dengan permohonan baru
yaitu amiin, yakni kiranya Allah memperkenankan dan tidak
mengecewakan pemohon.
Tetapi jika amiin dikaitkan dengan bunyi salah satu hadis
yang diriwayatkan oleh imam muslim melalui abu hurairah- yang menyatakan bahwa
Allah membagi surah ini menjadi dua yaitu separuh untukNya dan separuh untuk
hambaNya, dan bahwa jika seorang membaca satu ayat dari surat ini maka Allah
menyambutnya- maka permohonan itu mencakup seluruh isi dari al-Fatihah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Surat ini hanya tujuh ayat, mengandung pujian dan syukur kepada Allah
dengan menyebut nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang mulia, lalu menyebut hal
Hari Kemudian, pembalasan dan tuntutan, kemudian menganjurkan kepada hamba
supaya meminta kepada Allah dan merendah diri pada Allah, serta lepas bebas
dari daya kekuatan diri menuju kepada tulus ikhlas dalam melakukan ibadat dan
tauhid pada Allah, kemudian menganjurkan kepada hamba agar selalu minta hidayat
taufik dan pimpinan Allah untuk dapat mengikuti shirat mustaqiim supaya dapat
tergolong dari golongan hamba-hamba Allah yang telah mendapat nikmat yaitu
golongan Nabi, Siddiqin, Syuhada dan Shalihin. Juga mengandung anjuran supaya
berlaku baik mengerjakan amal saleh jangan sampai tergolong orang yang dimurkai
atau tersesat dari jalan Allah.
B.
Saran
Penulis sangat mengharap saran dan kritik yang membangun apabila ada kekeliruan atau hal yang tidak memuaskan dalam
penulisan makalah ini untuk lebih menyempurnakan dalam penulisan makalah yang
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran dan terjemahan, gema rislah pers edisi 1993
Shihab Quray, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat:
Lentera Hati,2006)
Surin Bachtiar, Az-zikra terjemah dan tafsir
Al-Quran
http://imammuttaqin58.blogspot.com/2012/05/makalah-tafsir-al-fatihah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar